search

Kamis, 09 Juni 2011

SAMBUTAN KETUA UMUM LAMBADA PADA SEMINAR PENDIDIKAN MERAIH MASA DEPAN YANG LEBIH BAIK BERSAMA PT. MILLENIUM MUDA MANDIRI DAN LAMBADA KABUPATEN SUKABUMI”.


Ass Wb,
Yang terhormat,
1)      Ibu Ketua dan Pengurus Lambada Kabupaten Sukabumi
2)      Ibu Nila dan Mas Slamet (Perwakilan PT. Millenium Muda Mandiri)
3)      Bapak dan Ibu Kepala SMK
4)      Guru dan Pembina Siswa
5)      Anak2ku peraih masa depan yang lebih baik.

Selaku Ketua Umum Lambada Jawa Barat, saya menyambut gembira dilaksanakannya Seminar Pendidikan Dalam meraih masa depan generasi muda yang lebih baik bersama PT. Millenium Muda Mandiri dan Lambada Kabupaten Sukabumi.
Jika dilihat dari substansi seminar ini yaitu bagaimana memberikan peluang informasi bagi generasi muda khususnya para lulusan SMK di Kabupaten Sukabumi, sangat penting mengingat target anak-anak lulusan SMK tujuan utamanya memperoleh lapangan kerja yang yang layak dan sesuai dengan pengetahuan serta keterampilan yang didapat di bangku sekolah.
Paling tidak  seminar ini akan mampu membuka cakrawala berpikir bahwa kesempatan kerja yang ada di Kabupaten Sukabumi sangat terbatas, sehingga di butuhkan berbagai terobosan dan kreativitas baru agar para lulusan SMK dapat bekerja tidak hanya di dalam negeri tetapi peluang kerja di luar negeri masih sangat terbuka lebar, tentunya hal itu harus disikapi dengan semangat dan tekad yang keras juga mentalitas tangguh.
Sedikit dapat saya informasikan tentang kiat-kiat untuk menjadi TKI diluar negeri dengan menyimak contoh –contoh mantan TKI yang berhasil baik sewaktu bekerja maupun purna TKI, maka berikut ada beberapa tips yang dapat digunakan referensi calon TKI yang akan hijrah ke luar negeri untuk memperbaiki kehidupannya, sebagai berikut :
1. Niat dan tekad bekerja yang bulat, benar-benar ingin mendapatkan hasil terbaik dan maksimal. Kalau bekerja asal-asalan, maka hasil pekerjaannya pun akan acak-acakan dan tidak produktif, bahkan bisa jadi ia akan mengecewakan orang lain (user) atau menyusahkan diri sendiri.  Dengan kata lain niat dapat menjadi kekuatan yang mendorong seseorang untuk bekerja lebih gigih dan bersemangat sehingga mampu melahirkan preatasi yang luar biasa, untuk itu kokohkan niat bekerja di  luar negri agar tidak menyesal dikemudian hari.
2. Mengelola hasil / gaji yang diterima setiap bulan sebaik-baiknya, dengan mencatat dan mengatur keuangan/ gaji yang diterima setiap bulannya, membuat  rencana penggunaan  / perbelanjaan bulanan dan  jangan membiarkan uang mengalir tanpa mengetahui kemana arahnya. Ingat bekerja keluar negeri untuk mendapatkan hasil yang terbaik dan maksimal demi masa depan setelah purna TKI.
3. Menabung sebagian hasil yang diperoleh dengan cara yang aman misalnya disimpan di Bank. Pilihlah bank yang tidak mempersulit proses keluar masuknya uang, ada baiknya memiliki rekening bank nasional, menabung dengan cara transfer dari bank luar negeri. Pastikan kalau ingin transfer / menyimpan uang di bank nomor rekening dan nama anda, kalau uang dikirim ke keluarga yang ada di Indonesia tegaskan untuk membeli apa?  Misal : binatang ternak, sawah atau yang lain dan tegaskan bahwa itu milik / atas nama anda, untuk menghindari permasalahan di kemudian hari, walaupun terhadap keluarga sendiri.
4. Mengatur pola hidup di luar negeri, kalau tidak mampu mengatur pola hidup akan berkaitan dengan keuangan yang sulit dikendalikan, maka harus benar-benar hemat membelanjakan uang sesuai kebutuhan yang sangat diperlukan saja, tidak foya-foya, dan komsumerisme, yang hanya menjaga gengsi belaka.
        Pada umumnya para TKI memiliki modal dasar untuk menjadi seorang wiraswastawan sejati (entrepreneur). Hal itu dapat kita ketahui dari aspek semangat dan keinginan yang kuat untuk merubah nasib di negeri orang. Sebagian besar TKI memang mampu mengumpulkan modal yang cukup dan telah memiliki pengalaman yang berharga bekerja di luar negeri. Problemnya  bagi para TKI belum dipersiapkan mental dan main said untuk menjadi wirausaha.  Seyogyanya calon TKI sebelum keberangkatan ke luar negeri,  diberikan bimbingan dan pelatihan kewirausahaan  (entrepreneur)   dan pembentukan jaringan usaha setelah kembali ke Indonesia.  Perlu dirubah maid said sejak dini bahwa pergi ke luar negeri tak hanya sekedar untuk bekerja, mengumpulkan uang dan pulang, selesai sembari menikmati tabungan yang ada.  Tetapi diharapkan setiap TKI  di negara tempatnya bekerja, memiliki motivasi untuk menimba ilmu sebanyak mungkin, dengan mempelajari prospek bisnis yang mungkin dapat ditembus dari dalam negeri dan membangun jaringan dan relasi yang berpotensi menjadi mitra bisnis di kemudian hari.
Yang sangat dibutuhkan mantan TKI adalah bantuan pemberdayaan, pembinaan, pendampingan, akses pasar /  informasi dan pengelolaan permodalan guna melanjutkan hidup lebih baik dengan cara yang lebih baik.  

    Kenapa butuh bimbingan lanjut?, kareana mantan TKI umumnya belum memiliki pengalaman berwirausaha. Dan untuk menjadi seorang entrepreneur tidak cukup dengan memiliki modal sehingga asal ada modalnya maka usaha bisnis akan tercipta. Tetapi memerlukan  pola pikir, perilaku, dan kecakapan tertentu, yang timbul dan tumbuh melalui proses pembelajaran

Kerja ke luar negri? Why Not!!! (bukan “why not?”). Terutama bagi
mereka yang punya naluri merantau, kerja ke LN sangat menjanjikan. Kira-kira,
ke mana ya, merantau ke luar negrinya? Malaysia? Aaah…. Malaysia
lagi, Malaysia lagi. Memangnya luar negri itu Malaysia doang. Di Malaysia
sana sudah seabrek-abrek orang Ina (Indonesia). Mau jadi pendatang
legal saja susahnya minta amit, apalagi jadi pendatang harom. Tapi tak
apa-apa kalau anda bersedia dicambuk.

Sebenarnya sangat TANGGUNG, kalau merantau ke LN tapi tujuannya
Malaysia. Sebab budaya serta bahasanya masih sama. Uangnya pun tak seberapa
besar buat dikoleksi untuk hari tua. Mungkin karena persamaan budaya dan
bahasa itulah, banyak orang Lamongan sana, nekat menjadi pendatang
haram ke Malaysia. Sayangnya, jauh-jauh ke negri orang, paling banter jadi
buruh kasar di kebun-kebun atau konstruksi bangunan. Yah, nasib. Jarang
yang bisa sampai berjaya meniti tangga karir di jajaran executive dunia
perniagaan atau birokrat.
Jadi, menengok pengalaman yg sudah-sudah, bahwa kebanyakan orang Ina yang
merantau ke LN jadi tenaga kasar, baik di kebun, jalanan atau buruh di
pabrik-pabrik, maka TIDAK USAH TANGGUNG-TANGGUNG merantaunya.
Alternatif negara lain, selain Malaysia, bisa kita cari, seperti Australia,
Eropa, atau amerika, Canada, yang, memang sukar untuk dipungkiri, merupakan
GUDANG DUIT. Ke Timur Tengah boleh juga, semacam Arab Saudi (KSA) atau
Uni Emirat Arab (UEA).
Merantau, Kalau masih sesama negara Melayu, macam Malaysia, Thailand,
Philipine atau Vietnam, kurang memberi prospek yang baik untuk ngumpulin
duit. Di Malaysia, seperti ditulis di atas, orang kita sudah berjubel.
Di Brunei mending, soalnya penduduknya sikit. Ke negara-negara Arab pun
syah-syah saja. Cuma kebanyakan yang dicari orang Arab tenaga non-skill,
macam sopir, pembantu dlsb. Negara bule yang enak untuk cari duit adalah
England, Amerika, dan Australia. Seandainya kita datang ke 3 negara tsb
secara illegal, tak akan dicambuk dan dipenjara macam di Malaysia.
Malah didata dan diberi makan dan dicarikan kerja, kalau mengku sebagai
assylum seeker, pencari suaka.
Mungkin ada nada “miring” dengan ide ini. Semuanya kan, tergantung niat.
Kita ke negri bule “mau ngapain”. Mau ikut-ikutan budayanya atau cari
duit. Atau cari duit sambil menebar benih ideologi. Yaitu, selain cari
duit, kita coba MENGINVASI negara-negara barat itu, dg ideologi kita.
Kalau dulu mereka menginvasi benua yang mereka duduki dg menjajah, membunuh,
merampas, maka kita menginvasi dengan cara yang baik-baik: cari kerja. Kalau
perlu menetap di sana, kawin di sana, beranak pinak dan berkembang biak
di sana.
Sebelum mengajukan kerja ke negri sebrang, siapkan dulu bekal yang paling
pokok, yaitu bahasa Inggris. Kegunaan bahasa Inggris dalam kapasitasnya
sebagai sarana untuk mencari uang, tak dapat diingkari, memang sangat -
sangat vital.
Malangnya di Indonesia bahasa tersebut kurang mendapat support di dunia
pendidikan maupun di dunia pergaulan umum. Pemerintah pun nampaknya cuek
bebek saja dengan bahasa yang satu ini. Yang sering digembar-gemborkan adalah
fanatisme buta nasionalis. Kalau ada yang ngomong Inggris, dinilai berkurang
nasionalismenya. Para petinggi lokal di daerah-daerah pun terlalu fanatik
dengan kesukuannya, dengan mengkampanyekan bahasa daerah.
Di samping faktor akustik lidah orang Indonesia, faktor malu-malu masih
memegang peranan dalam sejarah perkembangan bhs Inggris di Indonesia.
System pengajarannya masih terpola bagaimana “supaya TIDAK SALAH”
ketika mengucapkan susunan katanya. Walhasil study grammar yang njelimaet yang
lebih erat nemplok di kepala, ketimbang vocabulary dan idiom-idiom yang
harus diucapkan.
Saya sempat terkaget-kaget ketika mengajar bhs Inggris orang-orang
Indonesia, yang rata-rata bekumis dan pesertanya membahas “Past Tense”, “Past
Future Perfect Tense”, “Present Perfect Almost Past Future Tense” atau
tens-tens yang lainnya lagi, tapi ketika saya minta mereka mengeja A,B,C
sampai Z dalam bhs Inggris, Cuma 2 orang yang bisa. Yang lainnya musti
muter-muter dulu sambil cengengesan.
Dan ketika saya berpura-pura menjadi Native English, dengan menekuk lidah
macam orang bule, mereka ndak bisa menggunakan telinga “bule” mereka
untuk menangkap gelombang-gelombang suara yang saya keluarkan. Benar-benar
memprihatinkan.
Tapi ketika saya ngobrol-ngobrol dg anak-anak usia 7 tahun di Malaysia,
Singapore, Afrika Timur, dalam bahasa inggris, bahasa Inggris mereka ngelotok
bak rambutan aceh. Tapi ketika saya tanya, “Ini hukumnya apa dalam
grammar,” mereka malah memandang dengan keheranan, sambil bertanya, “What is
grammar?”
Kesimpulannya, dalam bahasa inggris ini kita harus mempraktekkannya dengan
MUKA BADAK. Ndak usah takut salah, dan ndak usah MIKIRIN grammar. Tidak
perlu TAKUT SALAH. Orang yang takut melakukan kesalahan, akan terperosok
ke dalam kesalahan yang lebih fatal.
The secret of communication is just like Balaghoh (Ilmu Komunikasi dalam Sastra Arab). Kalau yg diajak ngomong ngerti, berarti komunikasi berjalan. Kalau yang diajak ngomong ndak ngerti, ndak nyambung, jadinya yg meluncur rudal-rudal macam yang dikirim amerika ke Afghanistan.
Untuk memiliki MUKA BADAK ini tidak mudah. Bahkan lulusan Universitas Bahasa Asing pun jarang yang memilikinya. Padahal di UBA sudah diajarkan KUNCI komunikasi yang sangat berharga.
Sebagai training sebelum merantau ke negara bule, ada baiknya mengasah skill bahasa dan keahlian anda di Singapore. Di Singapore, walaupun warganya campuran Melayu dan imigran China, bahasa inggrisnya paten-paten, walaupun banyak ndak ngikutin grammar ketika ngomong. Macam pengucapan “no play-play lah”, “I kid you not”, “You crazy laah,” sudah jadi bahasa baku sehari-hari.
Ndak peduli, yang punya bahasa inggris asli ngerti apa nggak. Malah sudah ada kamus bahasa Inggris versi Singapore yang diterbitkan, menyaingi kamus bhs Inggris Britain. Pasalnya mereka memiliki muka badak yang tebal jugak. Dan gara-gara mau menggunakan bahasa bule dengan agresif, ekonomi Singapore jauh melesat meninggalkan sesama negara Asia Tenggara. Sebab yang diajak bisnis negara-negara dengan basis bahasa inggris yang kuat juga, Macam Eropa, Amerika, Australia. Bukan negara-negara yang berbasis bahasa Jawa, Padang atau Batak.
Di Afrika sana, tak jarang kita jumpai penduduk yang bicara bahasa Inggris rusak seperti ini, “Me going, you going, you and me going-going there”. Yang penting yang diajak ngomong ngerti. Dan bahasa Inggris, bagaimanapun juga, BUKAN bahasa ibu kita. Kalau terkontaminasi dengan dialek-dialek lokal, itu wajar.
Jadi jangan malu mengatakan dialek bhs Indonesia yang di-inggriskan, semacam, “little-lilttle angry, little angry”, atau “Ah, you are…”. Dari keberanian-keberanian macam itu, akhirnya, kalau suatu saat anda berada di negri bule, tidak susah payah lagi untuk beradaptasi dengan bahasa Inggris versi Amerika, Britain atau Australia.
Ada sedikit strategi yang jitu supaya bisa nembus Singapore. Anda bisa cari kerja dulu di Batam. Di Batam, kalau anda bisa computer, terutama design graphis atau katakanlah cuma excell atau word, kalau anda beruntung, bisa untuk cari makan. Atau kalau kepepet, bisa jadi tukang ojek dulu. Atau kalau lebih kepepet lagi, jadi buruh bangunan.
Selama kerja di Batam itu, anda bisa melatih kuping Inggris anda. Sebab acara-acara TV Singapore yg berbahasa inggris bisa ditangkap dengan jernih. Begitu juga siaran-siaran radionya. Orang Batam kebanyakan suka memutar radio Singapore atau Malaysia, walaupun yang mereka dengar nyanyi-nyanyinya yg meriah. Bukannya menangkap makna lyric-lyric lagu tersebut, atau mendengar beritanya.
Tambahan lagi, di Batam betaburan koran-koran Singapore macam The Straits Times. Nah, di koran itu, disamping anda bisa mengasah reading dan vocabulary, serta idiom-idiom, anda bisa mendapatkan betapa banyaknya lowongan kerja yang tersedia. Mulai dari house maid sampai house builder, mulai dari tukang ketik surat sampai tenaga trampil programmer banyak dicari di situ.
Kebanyakan yang dicari memang warga Singapore sendiri, atau permanent resident (PR), tapi biasanya negara luar juga welcome. Asal mampu bersaing ngomong dan tidak berpenampilan macam residivis, orang Singapore mau menyambut kita. Dan waktu diinterview pun mereka ndak menanyakan hukum-hukum grammar. Yang penting komunikasi nyambung.
Setelah “lulus” di Singapore, baru meloncat-loncat ke negri lain yang anda suka.
Ini cuma sekedar saran buat mereka-mereka yang ingin bekerja dan menyalurkan potensi yang dia miliki ke luar negri. Terutama yang cuma bermodal nekat dan dukungan finansial yang pas-pasan. Kalau anda mempunyai dana yang memadai, jangan tunda lagi, langsung beli tiket dan terbang ke Eropa, Amerika atau Australia. Dijamin dollar anda makin bertambah. Kalau ndak punya modal, jangan kalah nyali dengan orang-orang Irak, Afghanistan, Palestina yg berlayar dengan perahu kayu ke Australia atau England untuk mengadu nasib. Atau meniru cara orang Cina pergi ke amerika, Masuk ke dalam kontainer dan menyamar jadi guci atau porselin. Tapi cara yang terakhir ini ndak terlalu sehat. Sebab kontainernya tidak dilengkapi AC.
Posted in Gak Inggris butuh 10.000, Jepang butuh 20.000, negara-negara Timur Tengah juga butuh ribuan, bahkan Amerika bisa mencapai angka ratusan ribu. Total dunia membutuhkan 2 juta per tahun untuk kebutuhan yang satu ini. Wah, butuh apa nih? Ternyata, butuh tenaga perawat!
Beberapa tahun terakhir ini, pengiriman tenaga kesehatan Indonesia ke luar negeri, khususnya perawat, menjadi perbincangan yang cukup hangat di berbagai kalangan. Di tengah semakin meningkatnya jumlah pengangguran terdidik dari tahun ke tahun, tentu merupakan hal yang melegakan bahwa perawat dari Indonesia dilaporkan berpeluang bekerja di Amerika Serikat (AS) dan negara-negara di Benua Eropa (Inggris, Belanda, Norwegia), Timur Tengah (Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Kuwait) dan kawasan Asia Tenggara (Singapura, Malaysia). Jumlah permintaan berkisar antara 30 orang sampai dengan tidak terbatas (BPPSDMK, 2007).
Kekurangan perawat di dalam negeri merupakan alasan utama negara-negara tersebut untuk menerima tenaga dari luar negeri. Di AS, misalnya, pada 2005 mengalami kekurangan 150.000 perawat, pada 2010 jumlah tersebut menjadi 275.000, pada 2015 sejumlah 507.000, dan pada 2020 menjadi 808.000 perawat. Namun demikian, kekurangan tersebut tersebut menyebabkan mereka lebih berfokus pada bagaimana menghasilkan perawat yang lebih banyak, bukan untuk mencetak perawat yang berpendidikan lebih baik (Bartels JE, 2005).
Di Indonesia, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (PPSDM Kesehatan) melaporkan bahwa jumlah terbesar Tenaga Kesehatan Profesional Indonesia (TKPI) yang telah bekerja di luar negeri mulai 1989 sampai dengan 2003 adalah perawat (97.48% dari total sebanyak 2494 orang). Meskipun jumlah perawat yang bekerja di luar negeri menempati prosentase terbesar dibandingkan tenaga kesehatan yang lain, masih terdapat beberapa poin penting yang perlu menjadi perhatian dan ditanggulangi mulai dari saat ini.
Dari beberapa laporan diketahui bahwa kendala utama yang dihadapi oleh para perawat Indonesia adalah kemampuan berbahasa Inggris dan ketrampilan yang masih kurang. Berkenaan dengan ketrampilan perawat Indonesia yang masih kurang, terlihat dari segi skoring NLEX (National License Examination) yang masih rendah. Ujian NLEX sendiri merupakan prasyarat perawat Indonesia untuk dapat bekerja di luar negeri. Sebagai gambaran, skor yang diperoleh perawat Indonesia adalah angka 40. Padahal skoring yang dibutuhkan untuk bekerja di Eropa antara 50 sampai 70 dan di AS antara 70 sampai 80 (Pusdiknakes, 2007).
Dua hal tersebut tampaknya perlu untuk segera ditanggulangi selain faktor-faktor lain yang belum teridentifikasi dalam tulisan ini. Beranjak dari hal inilah sebenarnya lembaga pendidikan keperawatan di Indonesia dapat mulai ikut berperan aktif dalam merumuskan strategi yang tepat dalam mendidik calon perawat. Laporan tentang pengalaman perawat yang berkerja di luar negeri perlu disampaikan dalam tulisan ini agar kita dapat memperoleh gambaran yang lebih menyeluruh. Sampai saat ini penulis belum menemukan laporan penelitian yang terkait dengan pengalaman perawat Indonesia yang bekerja di luar negeri. Di lain pihak, kebanyakan laporan penelitian di negara lain terkait topik tersebut menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Dilaporkan bahwa alasan yang mendorong seorang perawat untuk bekerja di luar negeri antara lain gaji yang lebih tinggi, prospek karir dan pendidikan yang lebih menjanjikan (Buchan, J. & Calman, L, 2007).
Pada review penelitian oleh Magnusdottir (2005), penelitian Yi & Jezewski (2000) tentang penyesuaian diri 12 Perawat Korea yang bekerja di rumah sakit di AS melaporkan bahwa pada 2-3 tahun pertama mereka bekerja ditandai dengan usaha mengurangi stress psikologis, mengatasi kendala bahasa, dan menyesuaikan diri dengan praktek keperawatan di USA. Kemudian pada 5 - 10 tahun kemudian ditandai dengan belajar mengadopsi strategi penyelesaian masalah menurut budaya AS dan memelihara hubungan interpersonal. Mereka yang berhasil dalam proses tersebut dilaporkan merasa puas. Kendala-kendala di atas merupakan tantangan bagi perawat Indonesia untuk menunjukkan kemampuannya dalam upaya memenangkan persaingan di tingkat global.

Demikian sambutan ini dibuat atas perhatian nya kami ucapkan terima kasih.







Ketua Umum Lambada Propinsi Jawa Barat,





Bob Sulaeman Effendy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar